Panas bulan September tidak
terlalu menyengat di bawah penjagaan dua pohon asam yang rindang di depan
rumah. Bahkan, di teras terasa lebih sejuk karena rindangnya pohon asam ini.
Tentu saja, atap rumah ini menggunakan seng dan tanpa langit-langit. Akan tetapi,
dinding dari bebak lontar (pelepah
lontar) membuat suhu di dalam ruangan tidak terlalu panas. Lantai yang terbuat
dari plester semen yang halus juga terasa dingin.
Tembok setinggi lutut yang
ditutup dengan ubin menjadi tempat favorit anak-anak dan tetangga lainnya untuk
duduk-duduk, bermain bahkan tidur siang. Anak-anak kerap bermain di teras ini
sepulang sekolah. Anak-anak kecil yang belum sekolah atau anak-anak kelas kecil
biasa bermain bola kaki di teras. Mungkin karena besarnya teras yang tidak terlalu
besar sehingga anak kecil senang bermain bola kaki. Atau, bisa jadi juga karena
lapangan bola kaki yang sesungguhnya dikuasai oleh anak-anak yang lebih besar.
Di sisi timur teras, ada
bagian lantai teras yang bolong. Pengerjaan semen yang kurang baik dan tidak
rata membuat lantai mudah pecah. Lubang itu diawali dengan retakan kecil.
Anak-anak yang suka datang bermain bola tanpa disadari memperbesar retakan itu
menjadi sebuah lubang. Kadang, ada saja anak yang suka mengorek-ngorek lubang
itu dan tentunya berkontribusi akan adanya sebuah lubang besar di teras.
Lubang itu tentunya
berpasir dan menampung debu-debu yang terbawa angin. Setiap kali disapu, tidak
lama teras pasti berdebu lagi. Si pemilik teras rumah ini dengan sabar menyapu
terasnya dan lubang itu. Karena lubang itu semakin besar, si pemilik teras juga
lelah menyapu debu-debu yang singgah di lubang itu, si pemilik teras menambal
lubang di teras dengan semen seadanya. Si
pemilik teras pun senang karena anak-anak bisa bermain tanpa perlu
khawatir kakinya akan terluka dan tidak ada lagi teras yang berdebu terus
menerus.
Keadaan itu tidak
berlangsung lama. Ternyata, banyak bagian yang juga retak. Keadaan itu berulang
lagi. Anak-anak bermain di retakan dan membuatnya semakin besar dan menjadi
lubang-lubang. Si pemilik teras tidak mungkin melarang anak-anak untuk bermain
di terasnya lagi. Ia juga tidak mampu membongkar ulang terasnya.
Seiring berjalannya waktu,
anak-anak yang biasa bermain semakin besar dan dengan sendirinya pindah ke
lapangan yang lebih besar. Tetapi, tentunya ada anak kecil yang baru
menggantikan kakak-kakak yang terdahulu. Mereka juga suka bermain bola dengan
kaki-kaki kecil mereka di teras yang terus berlubang.
Sebenarnya, si pemilik
teras tahu kalau teras itu bukanlah tempat yang tepat untuk bermain bola.
Namun, si pemilik teras tidak mau ambil pusing. Si pemilik teras berpikir
meskipun ia menasihati anak-anak yang bermain di terasnya tidak akan membuat
mereka berhenti bermain di terasnya. Di sisi lain, si pemilik teras juga
berpikir toh anak-anak ini juga mempunyai teras di rumah mereka masing-masing.
Teras-teras itu juga sama persis dengan teras yang ada di rumahnya. Tetapi,
kata-kata itu hanya berhenti di pikirannya
saja, si pemilik teras tetap membiarkan anak-anak bermain dan tidak pernah
menegur mereka.
Kadang memperbaiki apa yang
sudah rusak memang terasa lebih mudah. Akan tetapi, tindakan yang merusak tidak
pernah disinggung dan tidak ada yang berusaha memperbaiki. Sampai kapan pun si pemilik teras akan memperbaiki terasnya
terus menerus dan parahnya hal ini menjadi tradisi dan pemikiran akan untuk
memperbaiki perilaku itu akan hilang. Perilaku itu akan menjadi lazim dan
dimaklumi sementara orang-orang sibuk memperbaiki kerusakan akibat perilaku
tersebut.
Toh, itu hanya sebuah teras.
~ss
No comments:
Post a Comment