Tuesday, June 23, 2015

Terbenam

Arus dalam samudera mulai kencang. Tirtaman Muda langsung bergegas mengemas barang-barangnya dan segera beranjak keluar rumah. Seekor ikan layang-layang tersenyum melambaikan siripnya. Rumahnya tidak terlalu bagus. Namun, rumah ini biasa menjadi tempat berkumpul para ikan kecil. Mereka berteman akrab dengan Tirtaman Muda. Semua dari mereka sudah tahu  kebiasaan Tirtaman Muda setiaap senja.

Tirtaman Muda menyampirkan tali dan karung di pundak kanannya. Ia berlari  dari dasar laut sambil memegang topi hjaunya yang sudah lusuh. Langkahnya terhuyung-huyung. Tirtaman Muda tahu ia tidak boleh terlambat. Tirtaman Muda tidak pernah terlambat.

Pekerjaan ini sudah ia lakukan sejak ia memutuskan untuk meninggalkan keluarganya. Janjinya dulu ketika melangkah keluar pekarangan rumahnya adalah menerangi lautan. Semenjak Tirtaman Muda beranjak dewasa, ia selalu bertanya-tanya mengapa tidak bisa ia dapatkan hari yang selalu terang.

Tirtaman Muda akhirnya membuat tatakan dari sebongkah karang mati di samping rumahnya. Untuk meletakan Matahari.

Perjalanan menuju permukaan cukup jauh. Tirtaman Muda sengaja mencari rumah di bukit sebelah barat. Menjelang senja ia pasti sudah beranjak. Sampai di dekat permukaan, Tirtaman Muda mulai memasang simpul di talinya. Biasanya beberapa ikan di sekelilingnya membantu. Tirtaman selalu sampai di tempat itu lebih awal. Ia bersiap-siap sambil menunggu di atas padang bunga karang.

Waktunya hampir tiba. Tirtaman Muda memasang mata tak berkedip. Dipegangnya erat-erat tali yang telah disimpulnya itu. Tepat saat Matahari menyentuh permukaan air, Tirtaman Muda mengayunkan talinya tepat melingkari badan Matahari. Dua ujung tali ia ambil dan tarik dengan kedua tangannya.


Pada saat itu Tirtaman Muda jadi berwarna keemasan. Senyumnya lebar dan matanya berbinar-binar. Ia mengerahkan semua tenaganya untuk menarik Matahari ke dasar samudera, ke samping rumahnya. Tirtaman Muda harus menariknya dengan segera. Arus deras membuat tenaga Tirtaman Muda terkuras. Perjalanan hampir berakhir. Setibanya di samping rumah, Tirtaman Muda mengaitkan tali-tali tersebut di pasak-pasak yang terbuat dari jangkar-jangkar kapal yang sudah tenggelam di sekitar situ.

Matahari menghidupkan dunia di tengah samudera. Tidak ada ikan-ikan yang tertidur.

Namun, semua itu tidak penting bagi Tirtaman Muda. Ia jatuh cinta, yang terpenting ia bisa menerangi hidup kekasihnya: seorang putri raja. Putri itu bernama Terbenam, matanya buta.


24.06.15
~sekarsarkara

Friday, June 5, 2015

Scaffolding


Ada sebuah gedung tinggi yang sedang dicanangkan akan selesai dalam waktu dekat ini. Dalam konstruksinya, gedung ini tentu saja membutuhkan berbagai macam bahan dan alat pertukangan, mulai dari paku yang paling kecil sampai crane yang tinggi menjulang.

Masyarakat di sekeliling gedung tersebut sudah menanti-nanti. Gossip sudah menyebar lama. Eh, katanya Jeng Dese ini gedung bakal jadi perkantoran bagus loh. Ah Jeng Sindang bilang katanya ini bakal jadi mall-mall kaya yang di sebelah jembatan itu, kebanyakan mall ah, ga guna. Sementara alat-alat berat terus berseru-seru tanpa pusing dengan gossip-gossip tersebut. Bahkan secara tidak sadar mereka berusaha menulikan para biang gossip. Makanya suara mereka semakin hari terdengar semakin kencang.

Paku-paku sudah terpasang, beton-beton sudah bergandengan satu sama lain. Alat-alat berat sudah mulai berkemas mau pindah ke gedung lainnya. Akhir-akhir ini banyak gedung baru memang, maklum Negara berkembang. Namun, tiang-tiang dingin itu masih ajeg dengan posisinya mengelilingi gedung yang sudah mau selesai: Scaffolding.

Sejak awal, scaffolding ini berbondong-bondong datang ke gedung yang bahkan mereka tidak tahu nantinya akan jadi seperti apa. Besi-besi ini dulunya ditempa dan dicetak menjadi bentuk yang sama, ya seperti scaffolding itu. Memang sih, tidak banyak orang yang tahu tentang si scaffolding ini. Mereka berdiri mengelilingi gedung yang sedang di bangun, sejak awal. Scaffolding disusun sedemikian rupa untuk menunjang pengerjaan gedung tersebut.

Besi dingin ini tidak bisa memilih untuk berada di susunan paling bawah atau paling atas. Kalau sudah di bawah ya sudah, satu frame scaffolding harus bertahan di sana dalam jangka waktu yang cukup lama, siang dan malam. Begitu juga scaffolding yang di atas. Kalau malam sudah terlalu dingin, kadang scaffolding yang di atas berteriak kepada scaffolding yang di bawah, aku takut jatuh nih, katanya. Sementara yang di atas takut jatuh, yang di bawah menimpali dengan keberatan, heh di bawah berat banget gila. Sementara scaffolding yang di tengah sudah hampir tuli mendengar teriakan mereka berdua. Ia hanya berharap gedung ini cepat selesai.

Tiba waktunya scaffolding –scaffolding tersebut memisahkan diri dari gedung yang sudah lama menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Sekarang, orang-orang tidak sabar untuk masuk ke dalam gedung yang berdiri kokoh. Scaffolding sudah tidak dibutuhkan lagi oleh gedung tersebut.

Scaffolding-scaffolding tersebut sudah harus bertugas menunjang gedung atau bangunan apapun lainnya di tempat lain. Bisa jadi mereka juga terpisah satu sama lain. Atau, bisa juga ada beberapa dari mereka yang bersama-sama lagi.


Orang-orang menikmati gedung kokoh itu tanpa tahu apa itu scaffolding. Karena scaffolding tidak tinggi menjulang seperti crane. Karena scaffolding tidak ditanam menjadi pondasi atau bukan juga beton-beton yang menjadi tembok. Scaffolding hanyalah besi-besi dingin yang dibongkar pasang untuk menunjang pembangunan sebuah bangunan, tidak bercahaya, tidak tinggal menetap, tidak besuara, tetapi mereka pernah tinggal siang malam mendampingi proses pembangunan sebuah bangunan yang sekarang berdiri kokoh. 

03.06.2015
~sekarsarkara