Saturday, April 25, 2015

Cerita Tentang Memberikan Kesempatan

Ada banyak cerita tentang berbagi. Beberapa meninggalkan kesan ketulusan, sebagian lainnya meninggalkan kesan heroik seperti cerita-cerita tentang pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka, para pelaku yang mengisahkan cerita tersebut, juga beragam. Beberapa menceritakan pengalaman tentang berbagi gula-gula  saat hari ulang tahun di kelas semasa duduk di sekolah dasar. Ada juga menceritakan pengalaman berbagi sepotong roti di jembatan penyeberangan.

Setiap orang memiliki pengalamannya masing-masing dengan latar belakang dan skala berbagi yang beragam. Beberapa mengatakan karena kasihan, sebagian lainnya karena kasih. Beberapa melakukannya karena harus, sebagian lainnya karena merasa memiliki hak untuk berbagi. Tidak masalah. Semuanya, sedikit banyak menghasilkan kebaikan.

Semua pemberian dengan ketulusan membawa kebaikan, katanya. Tapi, apakah semua kebaikan membawa perubahan?

Seorang anak kelas IV SD berulangtahun pada hari itu. Ia membagi-bagikan gula-gula untuk teman sekelasnya tidak terkecuali. Semua anak memberikan ucapan selamat kepada anak tersebut. Keesokan harinya anak laki-laki yang sering mengganggunya, tetap mengganggu dan membuatnya menangis. Tidak berubah.

Seorang wanita karir melewati jembatan penyeberangan yang sama menuju kantornya setiap hari. Setiap hari juga ia memberikan sepotong roti kepada tua renta yang duduk di sudut jembatan tersebut. Tua renta itu tetap berada di sudut itu selama bertahun-tahun. Tidak berubah.


Mengapa kebaikan itu tidak membawa perubahan ?

Mungkin jawabannya sederhanya. Karena apa yang diberikan habis.

Banyak dari kita mengukur sebuah pemberian dengan harga, besaran, jumlah, yang tentunya semua bisa habis. Lalu semata-mata kita mengharapkan perubahan dari sesuatu yang bisa habis itu. Perubahan membutuhkan kesempatan.

Seorang ibu memberikan kesempatan untuk anak perempuannya meninggalkan rumah untuk mengabdi kepada bangsa. Kesempatan ini mengubah hidupnya, anak perempuannya dan parahnya lagi lingkungan tempat tinggal anak perempuannya di rantau.

Seorang guru memberikan kesempatan untuk muridnya berbicara di depan kelas sebagai seorang pemimpin. Kesempatan ini membekas di ingatan muridnya. Terngiang selalu sampai ia dewasa, sampai ia berdiri di tengah kawan-kawan mahasiswa, bahwa dulu ketika ia masih SD ada seorang guru yang tersenyum di sampingnya saat ia sedang berbicara terbata-bata di depan kelas dan masih memberikan tepuk tangan sesusai ia berbicara.

Seorang teman memberikan kesempatan untuk temannya mengatakan permintaan maaf atas kesalahan yang diperbuat. Kesempatan itu bahkan menggerakan hatinya sendiri untuk menerima permintaan maaf tersebut dan menghadirkan hadiah yang tidak akan pernah habis: seorang sahabat.

Bukan tentang hak bukan tentang kewajiban. Semua ini tentang kesempatan yang diberikan Cuma-Cuma. Semua orang yang mau mengambil kesempatan ini harus membayar sesuai dengan harga masing-masing, sesuai dengan pengorbanan masing-masing, dengan pertanggungjawaban pada diri masing-masing.

Semua ini tentang memberikan kesempatan. Tentang memberikan kesempatan pada orang yang tidak dikenal sama sekali untuk berbagi dengan kaki-kaki kosong yang meniti batu-batu kapur setiap hari dengan tawa ceria mereka. Semua ini tentang memberikan kesempatan pada orang yang mau berbagi kebaikan dan cerita kepada orang lain yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, kepada para petani lontar yang mempertaruhkan nyawanya memanjat pohon lontar tanpa pengaman apapun. Semua ini tentang memberikan kesempatan saudara sebangsa untuk melihat dunia luar dengan mata orang lain. Bahwa kesempatan-kesempatan ini terbuka lebar untuk tangan-tangan yang mau mengambil, untuk kaki-kaki yang kebas berlari menghantam jalan putih berbatu kapur untuk mata yang tidak pernah lelah dan telinga yang tidak pernah tertutup.

Kesempatan tidak pernah memilih siapa yang mau mengambilnya, manusialah yang memilih kesempatan mana yang akan ia ambil dan membiarkan kesempatan itu mengubah hidupnya.



2 comments: