Saturday, September 6, 2014

Seperti Merak yang Bisa Terbang

Saya belum mengetahui apa materi ajar untuk praktek besok. Setelah mencari silabus yang tersebar  di teman-teman, saya cukup kaget ketika saya harus mengajar Seni Budaya dan Keterampilan dan Muatan lokal Bahasa Sunda. Di silabus sudah ditandai poin mana yang akan menjadi materi ajar saya. Poin tersebut adalah siswa mampu menirukan tarian dengan gerakan binatang.
Sebagai seorang yang senang menari, saya sempat bingung. Materi tari yang ada pada saya adalah materi tari baku yang memiliki pakem tertentu. Mengajar tari untuk orang dewasa memang lah mudah. Akan tetapi, saya belum pernah punya pengalaman mengajar tari, anak kelas 2 SD, sebanyak 45 orang, dan berkaitan dengan binatang.
Saya berpikir panjang untuk mempersiapkan materi ajar saya tersebut. RPP yang saya susun sebagian besar terdiri dari nyanyian-nyanyian dengan gerakan binatang. Sama sekali tidak terpikir untuk mengajarkan mereka suatu tarian yang sudah saya kuasai sebelumnya. Malam itu, saya sibuk memikirkan lagu-lagu yang terkait dengan binatang serta mencari-cari gerakannya.
Pagi itu, saya mengajar pada pukul 09:30. Sembari menunggu, saya berbincang-bincang dengan guru-guru di ruang guru. Tidak ada rencana untuk mengajar menari, tetap saja saya membawa laptop, sampur, dan speaker.
Masuk kelas pagi itu saya disambut oleh tatapan-tatapan polos. Selesai memeriksa kehadiran, saya menyampaikan materi sesuai dengan yang ada di silabus.
“Anak-anak siapa yang tahu burung merak?” serempak mereka menjawab “saya tahu bu!”
Seekor burung merak, bisa kah ia terbang ataukah tidak? Saya mulai mengepak-kepakkan sampur , layaknya sayap. Semakin lama semakin pelan kepakannya. Langkahnya kecil-kecil perlahan seiring dengan gerakan tangan yang menirukan kepala  dengan paruh yang lancip serta lentiknya sayap sang merak. Begitu, bergantian sang merak melangkah dan menoleh seolah di tempat baru dimana ia harus waspada. Suara gendang yang rampak mengejutkan sang merak, terburu-buru ia terbang berputar, dikepakkannya lah sayapnya. Mendarat di lahan yang lebih aman , sang merak berusaha mencari temannya.
Anak-anak tidak tahu bahwa gerakan tarian yang mereka bawakan merupakan tari perempuan yang mengisahkan tentang sepasang merak. Semua anak berebut untuk bisa maju ke depan kelas untuk bisa menari bersama Ibu Ily. Dari yang awalnya sudah sangat tertarik sampai anak-anak yang ribut sendiri di kursi belakang.
Usai pertunjukan kecil kami, anak-anak menanyakan apakah mereka akan belajar. Saya menanyakan apa lagi yang hendak mereka pelajari. Anak-anak sangat semangat untuk belajar membaca dan menulis. Akhirnya, saya menuliskan satu kalimat untuk mereka salin.
“Hari ini saya belajar Tari Merak”
Dari satu kalimat tersebut, saya tidak menyangka bahwa mereka akan menuliskan banyak hal. Ada anak yang menuliskan satu paragraf terintegrasi. Ada juga yang menuliskan beberapa kalimat yang diberi nomor. Mulai dari ungkapan perasaan sampai deskripsi kegiatan kami hari ini.
Pada satu titik dalam hidup saya, saya boleh merasa kehadiran saya  sangat bermakna, dinilai dengan ketulusan dan kejujuran seorang anak. Di bukunya yang tipis, tertulis sebuah kalimat yang memiliki dampak besar dalam hidup saya. Kalimat yang akan terbawa seumur hidup saya. Kepada penulisnya lah saya harus berterimakasih banyak, yang kepadanya, yang bahkan saya lupa siapa namanya. Terima kasih Nak, banggakanlah negerimu kelak.


“Saya bangga  punya ibu guru seperti Ibu Ily”

No comments:

Post a Comment