Saya
belum mengetahui apa materi ajar untuk praktek besok. Setelah mencari silabus
yang tersebar di teman-teman, saya cukup
kaget ketika saya harus mengajar Seni Budaya dan Keterampilan dan Muatan lokal
Bahasa Sunda. Di silabus sudah ditandai poin mana yang akan menjadi materi ajar
saya. Poin tersebut adalah siswa mampu menirukan tarian dengan gerakan
binatang.
Sebagai
seorang yang senang menari, saya sempat bingung. Materi tari yang ada pada saya
adalah materi tari baku yang memiliki pakem tertentu. Mengajar tari untuk orang
dewasa memang lah mudah. Akan tetapi, saya belum pernah punya pengalaman
mengajar tari, anak kelas 2 SD, sebanyak 45 orang, dan berkaitan dengan
binatang.
Saya
berpikir panjang untuk mempersiapkan materi ajar saya tersebut. RPP yang saya
susun sebagian besar terdiri dari nyanyian-nyanyian dengan gerakan binatang.
Sama sekali tidak terpikir untuk mengajarkan mereka suatu tarian yang sudah
saya kuasai sebelumnya. Malam itu, saya sibuk memikirkan lagu-lagu yang terkait
dengan binatang serta mencari-cari gerakannya.
Pagi
itu, saya mengajar pada pukul 09:30. Sembari menunggu, saya berbincang-bincang
dengan guru-guru di ruang guru. Tidak ada rencana untuk mengajar menari, tetap
saja saya membawa laptop, sampur, dan
speaker.
Masuk
kelas pagi itu saya disambut oleh tatapan-tatapan polos. Selesai memeriksa
kehadiran, saya menyampaikan materi sesuai dengan yang ada di silabus.
“Anak-anak
siapa yang tahu burung merak?” serempak mereka menjawab “saya tahu bu!”
Seekor
burung merak, bisa kah ia terbang ataukah tidak? Saya mulai mengepak-kepakkan sampur , layaknya sayap. Semakin lama
semakin pelan kepakannya. Langkahnya kecil-kecil perlahan seiring dengan
gerakan tangan yang menirukan kepala
dengan paruh yang lancip serta lentiknya sayap sang merak. Begitu,
bergantian sang merak melangkah dan menoleh seolah di tempat baru dimana ia
harus waspada. Suara gendang yang rampak mengejutkan sang merak, terburu-buru
ia terbang berputar, dikepakkannya lah sayapnya. Mendarat di lahan yang lebih
aman , sang merak berusaha mencari temannya.
Anak-anak
tidak tahu bahwa gerakan tarian yang mereka bawakan merupakan tari perempuan
yang mengisahkan tentang sepasang merak. Semua anak berebut untuk bisa maju ke
depan kelas untuk bisa menari bersama Ibu Ily. Dari yang awalnya sudah sangat
tertarik sampai anak-anak yang ribut sendiri di kursi belakang.
Usai
pertunjukan kecil kami, anak-anak menanyakan apakah mereka akan belajar. Saya
menanyakan apa lagi yang hendak mereka pelajari. Anak-anak sangat semangat
untuk belajar membaca dan menulis. Akhirnya, saya menuliskan satu kalimat untuk
mereka salin.
“Hari
ini saya belajar Tari Merak”
Dari
satu kalimat tersebut, saya tidak menyangka bahwa mereka akan menuliskan banyak
hal. Ada anak yang menuliskan satu paragraf terintegrasi. Ada juga yang
menuliskan beberapa kalimat yang diberi nomor. Mulai dari ungkapan perasaan
sampai deskripsi kegiatan kami hari ini.
Pada
satu titik dalam hidup saya, saya boleh merasa kehadiran saya sangat bermakna, dinilai dengan ketulusan dan
kejujuran seorang anak. Di bukunya yang tipis, tertulis sebuah kalimat yang
memiliki dampak besar dalam hidup saya. Kalimat yang akan terbawa seumur hidup
saya. Kepada penulisnya lah saya harus berterimakasih banyak, yang kepadanya,
yang bahkan saya lupa siapa namanya. Terima kasih Nak, banggakanlah negerimu
kelak.
“Saya
bangga punya ibu guru seperti Ibu Ily”
No comments:
Post a Comment